Mengenalkandan Menceritakan Sejarah Singkat R.A Kartini pada Anak. Selamat hari Kartini! Tanggal 21 April merupakan hari lahir sosok pahlawan nasional pembela peremuan, Raden Ajeng Kartini. Kartina merupakan salah satu sosok penting dalam emansipasi perempuan di Indoesia. Itulah mengapa setiap tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini
SejarahKartini: Putri Seorang Bangsawan. Melansir dari buku berjudul "Sisi Lain Kartini" oleh Kemdikbud, Raden Ajeng Kartini (R.A. Kartini) lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa
Jakarta - Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April. Hari besar nasional ini kerap menjadi momentum bagi siswa di sekolah maupun lingkungan rumah untuk mengenal kembali sejarah singkat dan perjuangan RA Ajeng Kartini dikenal dengan surat-surat kirimannya tentang emansipasi perempuan dan semangat maju dengan pendidikan. Berikut lahir pada 21 April 1879 atau 28 Rabiul Akhir tahun Jawa 1808 di Mayong afdeling Japara kini Jepara. RA Kartini berasal dari keluarga priyayi atau bangsawan Jawa di Jepara. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah bupati di Kartini masuk sekolah dasar eropa atau Europesche Lagere School ELS pada 1885. Anak pribumi yang diizinkan mengikuti pendidikan bersama anak-anak bangsa Eropa dan Belanda-Indo di ELS hanya anak pejabat tinggi dari kalangan bangsawan, anak perempuan masuk sekolah dan keluar rumah merupakan langkah yang bertentangan dengan tradisi saat itu, seperti dikutip dari Pendidikan Feminis Kartini oleh Irma Nailul di ELS, Kartini belajar dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Kemampuan bahasanya makin kuat karena rajin membaca buku dan koran berbahasa Belanda. Kartini juga belajar bercakap dengan bahasa Belanda sambil bermain dan menerima tamu bangsa Belanda yang datang ke pribumi di ELS sering mendapatkan perlakuan diskriminatif seperti pandangan rendah dari sesama siswa dan guru dari Belanda. Perlakuan tersebut memacu semangatnya terus berprestasi agar bisa mengalahkan siswa mendapat perlakuan diskriminatif dari siswa dan guru dari Belanda, Kartini justru semangat memperoleh pengetahuan lebih banyak dan berprestasi. Dikutip dari buku Sisi Lain Kartini, ia menceritakan dirinya tengah belajar pemikiran pejuang wanita dari India Pundita Ramambai pada temannya, Nyonya Nelly Van Kol."Tentang putri Hindia yang gagah berani ini telah banyak kami dengar. Saya masih bersekolah, ketika pertama kali mendengar tentang perempuan yang berani itu. Aduhai? Saya masih ingat betul saya masih sangat muda, anak berumur 10 atau 11 tahun, ketika dengan semangat menyala-nyala saya membaca dia di surat kabar. Saya gemetar karena gembira jadi bukan hanya untuk perempuan berkulit putih saja ada kemungkinan untuk merebut kehidupan bebas bagi dirinya! Perempuan Hindia berkulit hitam, jika bisa membebaskan, memerdekakan diri."Namun setelah lulus ELS, Kartini dilarang ayahnya melanjutkan pendidikan di HBS Semarang. Saat itu, tradisi bangsawan mewajibkan anak usia 12 tahun yang sudah dianggap dewasa untuk dipingit. Saat dipingit, anak perempuan tidak boleh keluar rumah, termasuk ke sekolah, karena harus menyiapkan diri untuk menikah dan menjadi ibu rumah itu, Kartini juga tidak mendapat izin untuk lanjut sekolah di Belanda seperti tawaran orangtua Letsy, temannya. Ia lalu dipaksa belajar aturan putri bangsawan, seperti berbicara dengan suara halus dan lirih, berjalan setapak dan menundukkan kepala jika anggota keluarga yang lebih tua yang dipingit mengesampingkan kekecewaannya tidak lanjut sekolah dengan membaca dan mencatat. Sejumlah catatannya termasuk pandangan hidup yang bisa dicontoh, jiwa dan pemikiran besar, dan perilaku yang juga berkirim surat pada sahabatnya untuk mempelajari pemikiran baru dan menyampaikan keinginannya tentang dunia pendidikan di daerahnya. Terjemahan surat-surat Kartini kelak membuka bahwa dirinya punya berbagai gagasan untuk mengangkat derajat kaum perempuan bumiputera di dunia internasional lewat pun menikah pada 8 November 1903 dengan Bupati Rembang. Kesehatannya melemah setelah melahirkan anaknya pada 13 September 1903. Pada 17 September 1903, Kartini wafat dalam usia 25 tak melanjutkan pendidikan seperti harapan semula, sebelum wafat, Kartini mencoba berbagai langkah agar dirinya dan perempuan di sekitar bisa maju dengan perjuangan Kartini untuk pendidikan>>> Simaklahcerita berikut ini Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. R.A. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Karena dahulu, wanita tidak dihargai sehingga tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas. “Kartini” dilencongkan di sini. Raden Adjeng Kartinię¦Źę¦‚ę¦ ę¦¶ę¦¤ę¦¶ Potret Kartini s. 1890-an koleksi Tropenmuseum Kelahiran 1879-04-2121 Apr 1879 Jepara, Jawa Tengah, Hindia Timur Belanda Meninggal dunia 17 September 19041904-09-17 umur 25 Rembang, Jawa Tengah, Hindia Timur Belanda kini Indonesia Nama lain Raden Adjeng Kartini Terkenal kerana Pembebasan wanita; heroin negara Pasangan Raden Adipati Joyodiningrat Raden Adjeng Kartini bahasa Jawa ę¦Źę¦‚ę¦ ę¦¶ę¦¤ę¦¶, ejaan baruRaden Ajeng Kartini Raden Ayu Kartini , gelar setelah menikah Raden Ayu Kartini; 21 Apr 1879 – thirteen September 1904 adalah seorang penulis dan pendidik bangsa Jawa. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan peribumi Jawa berdasarkan pengalaman adat yang menimbulkan perpecahan dan kesengsaraan di antara anggota keluarga sendiri. Pemikiran dipandang selari dengan gagasan penguatan jatidiri wanita yang meningkatkan kedudukan kaum tersebut di Indonesia zaman jajahan lalu juga dianggap tokoh nasionalis; beliau diberikan pengiktirafan sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia atas pemahaman ini. Biografi [sunting sunting sumber] Awal hayat [sunting sunting sumber] Kartini dilahirkan dalam keluarga kelas priyayi[1] Jawa Jepara ketika pulau Jawa merupakan sebahagian dari jajahan Hindia Belanda. Ayah beliau, Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara sementara ibunya, Ngasirah adalah anak perempuan Madirono dan guru agama di Telukawur;[1] dia adalah isteri pertamanya tetapi bukan yang paling penting. Pada masa ini, poligami adalah amalan biasa di kalangan bangsawan Jawa. Keturunan Ario dapat ditelusuri dari seawal zaman Hamengkubuwono VI dari kalangan bangsawan Majapahit.[one] Peraturan-peraturan kolonial memerlukan seorang ketua kabupaten untuk berkahwin dengan seorang bangsawan. Sejak Ngasirah bukan bangsawan yang cukup tinggi,[2] bapanya berkahwin kali kedua kalinya untuk Woerjan Moerjam, keturunan langsung Raja Madura. Selepas pernikahan kedua ini, ayah Kartini dinaikkan pangkat ke Ketua Kabupaten Jepara, menggantikan ayahnya yang kedua, Tjitrowikromo. Kartini merupakan anak kelima dan anak sulung kedua dalam keluarga seramai sebelas orang, termasuk adik beradik tiri. Beliau dilahirkan dalam sebuah keluarga yang mempunyai tradisi intelektual yang kuat. Saudara lelaki sulungnya, Pangeran Ario Tjondronegoro Four, menjadi Ketua Kabupaten pada usia 25 tahun sementara kakak Kartini, Sosrokartono adalah seorang ahli bahasa yang sempurna. Keluarga Kartini membenarkannya menghadiri sekolah sehingga beliau berumur 12 tahun. Di sini, di kalangan mata pelajaran lain, beliau belajar berbahasa Belanda, suatu pencapaian luar biasa untuk wanita Jawa pada masa itu.[3] Akil baligh dan pendidikan lanjut [sunting sunting sumber] Selepas menjangkaui usia 12 tahun beliau menjalani adat berkurung dalam rumah atau pingit yang biasa diamalkan dalam kalangan bangsawan Jawa, untuk menyediakan gadis muda untuk perkahwinan mereka. Semasa pengasingan gadis tidak dibenarkan meninggalkan rumah ibu bapa mereka sehingga mereka berkahwin, di mana pihak berkuasa atas mereka telah dipindahkan ke suami mereka. Ayah Kartini lebih lembut daripada beberapa orang semasa pengasingan anak perempuannya, memberikan keistimewaan seperti pelajaran sulaman dan penampilan kadang-kadang di khalayak ramai untuk acara-acara khas. Surat oleh Kartini kepada Rosa Abendanon fragmen Semasa pengasingannya, Kartini terus mendidik diri sendiri. Kerana beliau boleh berbahasa Belanda, beliau mendapat beberapa rakan pena Belanda. Salah seorang daripada mereka, seorang gadis bernama Rosa Abendanon, menjadi kawan rapat. Buku-buku, akhbar-akhbar dan majalah-majalah Eropah memberi perhatian kepada minat Kartini terhadap pemikiran feminis Eropah, dan memupuk keinginan untuk memperbaiki keadaan kaum wanita Indonesia yang pada masa itu mempunyai status sosial yang sangat rendah. Bacaan Kartini termasuk akhbar Semarang De Locomotief, disunting oleh Pieter Brooshooft, serta leestrommel, satu majalah yang dijual oleh kedai buku kepada para pelanggan. Beliau juga membaca majalah kebudayaan dan sains serta majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie, yang mana beliau mula menghantar sumbangan yang diterbitkan. Sebelum berusia 20 tahun, Kartini telah membaca Max Havelaar dan Surat Cinta oleh Multatuli. Beliau juga membaca De Stille Kracht Kuasa Tersembunyi oleh Louis Couperus, karya Frederik van Eeden, Augusta de Witt, pengarang Romantik-Feminis Goekoop de-Jong Van Eek dan novel anti-perang oleh Berta von Suttner, Die Waffen Nieder! Turunkan Tanganmu!. Semuanya berada di Belanda. Kebimbangan Kartini bukan hanya di bidang pembebasan wanita, tetapi juga masalah lain dalam masyarakatnya. Kartini melihat bahawa perjuangan wanita untuk mendapatkan kebebasan, autonomi dan persamaan undang-undang adalah sebahagian daripada pergerakan yang lebih luas. Alam dewasa [sunting sunting sumber] Ibu bapa Kartini mengatur perkahwinannya dengan Joyodiningrat, Ketua Kabupaten Rembang, yang sudah memiliki tiga isteri. Beliau telah berkahwin pada 12 November 1903. Ini bertentangan dengan hasrat Kartini, tetapi beliau bersetuju untuk menjaga bapanya yang sakit. Suaminya memahami tujuan Kartini dan membiarkannya menubuhkan sebuah sekolah bagi wanita di serambi timur kompleks Pejabat Kabupaten Rembang. Anak tunggal Kartini dilahirkan pada xiii September 1904. Beberapa hari kemudian pada 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau disemadikan di Desa Bulu, Rembang. Penulisan [sunting sunting sumber] Selepas Raden Adjeng Kartini meninggal dunia, Mr J. H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Industri di Hindia Timur, mengumpul dan menerbitkan huruf yang dihantar oleh Kartini kepada rakan-rakannya di Eropah. Buku itu bertajuk Door Duisternis tot Licht Daripada Gelap Datangnya Cahaya dan telah diterbitkan pada tahun 1911. Ia telah melalui lima edisi, dengan beberapa huruf tambahan yang termasuk dalam edisi terakhir, dan telah diterjemahkan ke bahasa Inggeris oleh Agnes L. Symmers dan disiarkan di bawah gelaran Surat Puteri Jawa. Penerbitan surat Kartini, yang ditulis oleh seorang wanita asli Jawa, menarik minat yang besar di Belanda dan idea Kartini mula mengubah cara Belanda melihat wanita asli di Jawa. Idea-idea beliau juga mencetuskan inspirasi untuk tokoh-tokoh dalam perjuangan kemerdekaan. Terdapat beberapa alasan untuk meragui kebenaran surat Kartini. Terdapat dakwaan bahawa Abendanon membuat surat Kartini. Syak wasangka timbul kerana buku Kartini telah diterbitkan pada ketika Kerajaan Kolonial Belanda telah melaksanakan Dasar Etika Belanda di Hindia Belanda, dan Abendanon adalah salah seorang penyokong yang paling terkenal dari dasar ini. Di mana beradanya semasa majoriti surat Kartini tidak diketahui. Menurut Allahyarham Sulastin Sutrisno, Kerajaan Belanda telah tidak dapat mengesan keturunan J. H. Abendanon ini. Pemikiran [sunting sunting sumber] Keadaan wanita Republic of indonesia [sunting sunting sumber] Dalam suratnya, Raden Adjeng Kartini menulis tentang pandangan beliau mengenai keadaan sosial yang wujud pada masa itu, terutamanya keadaan wanita asli Indonesia. Kebanyakan suratnya membantah kecenderungan budaya Jawa untuk mengenakan halangan kepada pembangunan wanita. Beliau mahu wanita mempunyai kebebasan untuk belajar dan belajar. Kartini menulis thought dan cita-cita beliau, termasuk Zelf-ontwikkeling, Zelf-onderricht, Zelf-Vertrouwen, Zelf-werkzaamheid dan Solidariteit. Semua idea ini berdasarkan Religieusiteit, Wijsheid en nenzio, iaitu, kepercayaan kepada Tuhan, kebijaksanaan, dan kecantikan, bersama-sama dengan Humanitarianisme kemanusiaan dan Nationalisme nasionalisme. Surat Kartini juga menyatakan beliau berharap sokongan dari luar negara. Dalam surat-menyurat beliau dengan Estell “Stella” Zeehandelaar, Kartini menyatakan hasrat beliau untuk menjadi seperti belia Eropah. Beliau menggambarkan penderitaan wanita Jawa terbelenggu oleh tradisi, tidak dapat belajar, terpencil, dan yang perlu bersedia untuk mengambil bahagian dalam perkahwinan poligami dengan lelaki yang mereka tidak kenal. Gaya vegetarian [sunting sunting sumber] Ia dikenali dari suratnya bertarikh Oktober 1902 untuk Abendanon dan suaminya yang pada usia 23 tahun, Raden Adjeng Kartini mempunyai fikiran untuk menjalani kehidupan vegetarian. “Ia untuk beberapa ketika bahawa kita berfikir untuk melakukannya untuk menjadi vegetarian, saya telah pun memakan hanya sayur-sayuran untuk tahun sekarang, tetapi saya masih tidak mempunyai keberanian moral yang cukup untuk menjalankan. Saya masih terlalu muda.” Kartini menulis. Beliau juga menekankan hubungan antara jenis gaya hidup dengan pemikiran agam, dipetik sebagai berkata, “Hidup di dunia sebagai vegetarian adalah doa tanpa kata kepada Yang Maha Kuasa.” Kartini [sunting sunting sumber] Kartini menyayangi bapanya secara mendalam, walaupun ia jelas bahawa kasih sayang yang mendalam untuknya menjadi halangan lain untuk merealisasikan cita-cita beliau. Beliau cukup progresif membolehkan anak-anak perempuannya bersekolah sehingga umur 12 tahun, tetapi pada ketika itu menutup rapat pintu untuk melanjutkan persekolahan. Dalam surat-suratnya, bapanya juga melahirkan kasih sayangnya kepada Kartini. Akhirnya, dia memberi kebenaran untuk beliau untuk belajar untuk menjadi seorang guru di Batavia kini Jakarta, walaupun sebelum ini dia telah menghalang beliau dari bekerja dengan rakan sebaya bagi pihak beliau untuk menyokong Kartini dalam usaha ini. Ramai rakan-rakan beliau melahirkan rasa kecewa mereka apabila cita-cita Kartini akhirnya digagalkan. Akhirnya, rancangan beliau untuk belajar di Jepun telah berubah menjadi rancangan untuk perjalanan ke Tokyo, atas nasihat Puan Abendanon bahawa ini akan menjadi yang terbaik untuk Kartini dan adiknya, R. Ayu Rukmini. Walau bagaimanapun, pada 1903 ketika berusia 24 tahun, rancangan beliau untuk belajar untuk menjadi seorang guru di Tokyo datang dengan tangan kosong. Dalam surat kepada Puan Abendanon, Kartini menulis bahawa rancangan itu telah ditinggalkan kerana beliau akan berkahwin… “Pendek kata, saya ada keinginan lagi untuk mengambil kesempatan daripada peluang ini, kerana saya akan berkahwin”. Walaupun pada hakikatnya bagi pihaknya, Jabatan Pelajaran Belanda akhirnya telah diberikan kebenaran untuk Kartini dan Rukmini untuk belajar di Batavia. Ketika perkahwinan semakin hampir, sikap Kartini terhadap adat tradisi Jawa mula berubah. Beliau lebih bertolak ansur dan mula berasa bahawa perkahwinan itu akan membawa nasib yang baik untuk cita-cita beliau untuk membangunkan sebuah sekolah untuk wanita asli. Dalam surat-suratnya, beliau menyebut bahawa bukan sahaja suaminya yang dihormati menyokong hasrat beliau untuk membangunkan industri ukiran kayu di Jepara dan sekolah untuk wanita asli, tetapi juga menyebut bahawa beliau akan menulis buku. Malangnya, cita-cita ini tidak dapat direalisasikan akibat kematian awal beliau pada tahun 1904 pada usia hanya 25 tahun. Legasi [sunting sunting sumber] Patung arca Kartini di taman timur Dataran Merdeka, Jakarta. Sekolah Kartini dinamakan sempena beliau dibuka di Bogor, Dki jakarta, dan Malang. Masyarakat yang dinamakan untuknya juga telah ditubuhkan di Belanda[4] Diilhamkan oleh contoh Kartini, keluarga Van Deventer menubuhkan Yayasan Kartini yang membina sekolah untuk perempuan, Sekolah Kartini’ di Semarang pada tahun 1912, diikuti oleh sekolah wanita lain di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Pengisytiharan Hari Kartini pada 1953 Pada tahun 1964, Presiden Sukarno mengisytiharkan tarikh kelahiran Kartini, 21 Apr, sebagai Hari Kartini’ – cuti kebangsaan Indonesia. Keputusan ini telah dikritik. Adalah dicadangkan agar Hari Kartini disambut sempena Hari Ibu Indonesia, pada 22 Disember supaya pemilihan Kartini sebagai heroin kebangsaan tidak akan mengalahkan wanita lain yang, tidak seperti Kartini, mengambil senjata untuk menentang penjajah. Hari Kartini [sunting sunting sumber] Negeri Orde Lama Sukarno mengisytiharkan 21 April sebagai Hari Kartini mengingatkan wanita bahawa mereka perlu mengambil bahagian dalam “wacana negeri hegemoni Pembangunan”[5] Selepas tahun 1965, bagaimanapun, Negeri Perintah Lama Suharto mengtur semula imej Kartini dari yang pemerdeka wanita radikal ini kepada yang digambarkan sebagai isteri berbakti dan anak perempuan taat, “kerana hanya seorang wanita yang memakai kebaya yang boleh memasak.”[six] Pada kesempatan itu, yang lebih dikenali sebagai Hari Ibu Kartini, “kanak-kanak perempuan amemakai ketat, jaket cergas, baju batik, gaya rambut yang rumit, dan barang kemas hiasan ke sekolah, kononnya meniru pakaian Kartini tetapi pada hakikatnya memakai mencipta dan ensembel lebih mengecutkan daripada beliau lakukan.”[7] “Ibu Kita Kartini” oleh Supratman Lihat juga [sunting sunting sumber] Gerakan Wanita Indonesia GERWANI Rujukan [sunting sunting sumber] ^ a b c On feminism and nationalism Kartini’s letters to Stella Zeehandelaar 1899-1903. Monash University Press. 2005. m/s. ii. ISBN1876924357. ^ Harvard Asia Quarterly ^ “RA. Kartini”. Guratan Pena. April 27, 2006. Dicapai pada 2013-03-17 . ^ Ideology and Revolution in Southeast Asia 1900-75 by Clive J Christie, Clive J. Christie ^ Bulbeck, Chilla 2009. Sexual practice, honey and feminism in the Asia Pacific a cross-cultural written report of immature people’s attitudes. ASAA women in Asia. London New York Routledge. ISBN9780415470063. Preview. ^ Yulianto, Vissia Ita 21 April 2010. “Is celebrating Kartini’s Mean solar day still relevant today?”. The Jakarta Mail service . Dicapai pada xv March 2013. ^ Ramusack, Barbara N. 2005. “Women and Gender in South and Southeast Asia”. Dalam Bonnie K. Smith penyunting. Women’s History in Global Perspective. University of Illinois Press. m/south. 101–138 [129]. ISBN978-0-252-02997-4 . Dicapai pada 15 March 2013. Bibliografi [sunting sunting sumber] Raden Adj. Kartini 1912, Door duisternis tot licht, with a foreword by Abendanon, The Hague Van Zeggelen 1945, “Kartini”, Meulenhoff, Amsterdam in Dutch Raden Adjeng Kartini 1920, Letters of a Javanese princess, translated by Agnes Louise Symmers with a foreword by Louis Couperus, New York Alfred A. Knopf, ISBN 0-8191-4758-3 1986 edition, ISBN 1-4179-5105-2 2005 edition One 1942, “Raden Adjeng Kartini”, Oceanus, Den Haag in Dutch Jaquet crimson., Kartini 2000; Surat-surat kepada Ny. Abendanon-Mandri dan suaminya. 3rd edition. Djakarta Djambatan, xxii + 603 pp. Elisabeth Keesing 1999, Betapa besar pun sebuah sangkar; Hidup, suratan dan karya Kartini. Dki jakarta Djambatan, v + 241 pp. J. Anten 2004, Honderdvijfentwintig jaar Raden Adjeng Kartini; Een Indonesische nationale heldin in beeld, Nieuwsbrief Nederlands Fotogenootschap 43 6-9. Pautan luar [sunting sunting sumber] Karya-karya oleh Kartini di Projek Gutenberg Karya oleh atau tentang Kartini di Cyberspace Archive “The Kartini-archive inventory at the Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde KITLV / Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, Leiden, The Netherlands” PDF. Diarkibkan daripada yang asal PDF pada 2011-08-xiv. Dicapai pada 2017-06-05 .